Jilat memek Bu Ratna Mantap.. - Kumpulan Berita Dewasa | Cerita Dewasa | Artikel dewasa
Headlines News :
Home » , , » Jilat memek Bu Ratna Mantap..

Jilat memek Bu Ratna Mantap..

Written By master on Senin, 16 Mei 2016 | 06.26

Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Ratna. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa memek Bu Ratna semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku. 

Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Ratna bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis. Dia mengerang lirih, “aa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah.” Dan saat mencapai klimaks dia merintih, “aa.., aa.., aa.., aa.., aah”, Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras. OK, nampaknya Bu Ratna sudah mencapai titik puncaknya. Tampak Bu Ratna telentang lemas dan aku tanya, “Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?” “Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya.”
Sesungguhnya aku malu untuk menuliskan kisah ini, tetapi karena sudah banyak yang menggunakan media email ini untuk menuliskan kisah-kisah tentang sex walaupun aku sendiri tidak yakin apakah itu semuanya kenyataan atau ilusi belaka. Memang kisah yang aku tulis ini cukup memalukan tetapi di samping itu ada kejadian yang lucu dan memang sama sekali belum pernah aku alami.
Awal mula dari kisah ini adalah ketika aku baru saja tinggal di sebuah daerah perumahan yang relatifbaru di daerah pinggiran kota-maaf, nama daerah tersebut tidak aku sebutkan mengingat untuk menjaga nama baik dan harga diri keluarga terutama suami dan kedua anak aku. aku tinggal di situ baru sekitar 6 bulanan.
Karena daerah perumahan tersebut masih baru maka jumlah keluarga yang menempati rumah di situ masih relatif sedikit tetapi khusus untuk blok daerah rumah aku sudah lumayan banyak dan ramai. Rata-rata keluarga kecil seperti keluarga aku juga yaitu yang sudah masuk generasi Keluarga Berencana, rata-rata hanya mempunyai dua anak tetapi ada juga yang hanya satu anak saja.
Sudah seperti biasanya bila kita menempati daerah perumahan baru, aku dengan sengaja berusaha untuk banyak bergaul dengan para tetangga bahkan juga dengan tetangga-tetangga di blok yang lain.Dari hasil bergaul tersebut timbul kesepakatan di antara ibu-ibu di blok daerah rumahku untuk mengadakan arisan sekali dalam sebulan dan diadakan bergiliran di setiap rumah pesertanya.
Suatu ketika sedang berlangsung acara arisan tersebut di sebuah rumah yang berada di deretan depan rumahku, pemilik rumah tersebut biasa dipanggil Bu Ratna (bukan nama sebenarnya) dan sudah lebih dulu satu tahun tinggal di daerah perumahan ini daripada aku. Cerita dewasa sex di ceritaserudewasa.info Bu Ratna bisa dibilang ramah, banyak ngomongnya dan senang bercanda dan sampai saat tulisan ini aku buat dia baru mempunyai satu anak, perempuan, berusia 8 tahun walaupun usia rumah tangganya sudah 10 tahun sedangkan aku sudah 30 tahun.
Aku menikah ketika masih berusia 22 tahun. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan. Setelah acara arisan selesai aku masih tetap asyik ngobrol dengan Bu Ratna karena tertarik dengan keramahan dan banyak omongnya itu sekalipun ibu-ibu yang lain sudah pulang semua. Dia kemudian bertanya tentang keluargaku, “Jeng Rus. Putra-putranya itu sudah umur berapa, sih, kok sudah dewasa-dewasa, ya?” (Jeng Rus adalah nama panggilanku tetapi bukan sebenarnya) tanya Bu Ratna kepadaku.
“Kalau yang pertama 18 tahun dan yang paling ragil itu 14 tahun. Cuma yaitu Bu, nakalnya wah, wah, waa.. Aah benar-benar, deh. aku, tuh, suka capek marahinnya.”“Lho, ya, namanya juga anak laki-laki. Ya, biasalah, Jeng.” “Lebih nikmat situ, ya. Anak cuma satu dan perempuan lagi. Nggak bengal.” “Ah, siapa bilang Jeng Rus. Sama kok. Cuma yaitu, aku dari dulu, ya, cuma satu saja. Sebetulnya aku ingin punya satu lagi, deh. Ya, seperti situ.”
“Lho, mbok ya bilang saja sama suaminya. ee.. siapa tahu ada rejeki, si putri tunggalnya itu bisa punya adik. Situ juga sama suaminya kan masih sama-sama muda.”
“Ya, itulah Jeng. Papanya itu lho, suka susah. Dulu, ya, waktu kami mau mulai berumah tangga sepakat untuk punya dua saja. Ya, itung-itung mengikuti program pemerintah, toh, Jeng. Tapi nggak tahu lah papanya tuh. Kayaknya sekarang malah tambah asik saja sama kerjaannya. Terlalu sering capek.”“O, itu toh. Ya, mbok diberi tahu saja kalau sewaktu-waktu punya perhatian sama keluarga. ‘Kan yang namanya kerja itu juga butuh istirahat. Mbok dirayu lah gitu.”
“Wah, sudah dari dulu Jeng. Tapi, ya, tetap susah saja, tuh. Sebenernya ini, lho, Jeng Rus. Eh, maaf, ya, Jeng kalo’ aku omongin. Tapi Jeng Rus tentunya juga tau dong masalah suami-istri ‘kan.”
“Ya, memang. Ya, orang-orang yang sudah seperti kita ini masalahnya sudah macem-macem, toh, Bu. Sebenarnya Bu Ratna ini ada masalah apa, toh?”
“Ya, begini Jeng, suami aku itu kalo’ bergaul sama aku suka cepet-cepet mau rampung saja, lho. Padahal yang namanya istri seperti kita-kita ini ‘kan juga ingin membutuhkan kenikmatan yang lebih lama, toh, Jeng.” “O, itu, toh. Mungkin situ kurang lama merayunya. Mungkin suaminya butuh variasi atau model yang agak macem-macem, gitu.” “Ya, seperti apa ya, Jeng. Dia itu kalo’ lagi mau, yang langsung saja. aku seringnya nggak dirangsang apa-apa. Kalo’ Jeng Rus, gimana, toh? Eh, maaf lho, Jeng.”
“Kalo’ aku dan suami aku itu saling rayu-merayu dulu. Kalo’ suami aku yang mulai duluan, ya, dia biasanya ngajak bercanda dulu dan akhirnya menjurus yang ke porno-porno gitulah. Sama seperti aku juga kalau misalnya aku yang mau duluan.””Terus apa cuma gitu saja, Jeng.”
“O, ya tidak. Kalo’ aku yang merayu, biasanya punya suami aku itu aku pegang-pegang. Ukurannya besar dan panjang, lho. Terus untuk lebih menggairahkannya, ya, punyanya itu aku enyot dengan mulut aku. aku isep-isep.” “ii.. Iih. Jeng Rus, ih. Apa nggak jijik, tuh? aku saja membayangkannya juga sudah geli. Hii..”
“Ya, dulu waktu pertama kali, ya, jijik juga, sih. Tetapi suami aku itu selalu rajin, kok, membersihkan gituannya, jadi ya lama-lama buat aku nikmat juga. Soalnya ukurannya itu, sih, yang lumayan besar. aku sendiri suka gampang terangsang kalo’ lagi ngeliat. Mungkin situ juga kalo’ ngeliat, wah pasti kepengen, deh.” “Ih, aku belon pernah, tuh, Jeng. Lalu kalo’ suaminya duluan yang mulai begimana?”
“aku ditelanjangi sampai polos sama sekali. Dia paling suka merema-remas payudara aku dan juga menjilati putingnya dan kadang lagaknya seperti bayi yang sedang mengenyot susu.”, kataku sambil ketawa dan tampak Bu Ratna juga tertawa. “Habis itu badan aku dijilati dan dia juga paling suka menjilati kepunyaan aku. Rasanya buat aku, ya, nikmat juga dan biasanya aku semakin terangsang untuk begituan. Dia juga pernah bilang sama aku kalo’ punya aku itu semakin nikmat dan aku disuruh meliara baik-baik.”
“Ah, tapi untuk yang begituan itu aku dan suami aku sama sekali belum pernah, lho, Jeng. Tapi mungkin ada baiknya untuk dicoba juga, ya, Jeng. Tapi tadi itu masalah yang situ dijilatin punyanya. Rasa enaknya seperti apa, sih, Jeng.” “Wah, Bu Ratna ini, kok, seperti kurang pergaulan saja, toh.” “Lho, terus terang Jeng. Memang aku belon pernah, kok.”
“Ya, geli-geli begitulah. Susah juga untuk dijelasin kalo’ belum pernah merasakan sendiri.” Lalu kami berdua tertawa.
Setelah berhenti tertawa, aku bertanya, “Bu Ratna mau tau rasanya kalau gituannya dijilati?”
“Yah, nanti aku rayu, deh, suami aku. Mungkin nikmat juga ya.” Ucapnya sambil tersenyum. “Apa perlu aku dulu yang coba?”, tanyaku sambil bercanda dan tersenyum. “Hush!! Jeng Rus ini ada-ada saja, ah”, sambil tertawa. “Ya, biar tidak kaget ketika dengan suaminya nanti. Kita ‘kan juga sama-sama wanita.”
“Wah, kayak lesbian saja. Nanti aku jadi ketagihan, lho. Malah takutnya lebih senang sama situ daripada sama suami aku sendiri. Ih! Malu’ akh.”, sambil tertawa.“Atau kalo’ nggak mau gitu, nanti aku kasih tau gimana membuat penampilan bulu gituannya biar suaminya situ tertarik. Kadang-kadang bentuk dan penataannya juga mempengaruhi rangsangan suami, lho, Bu Ratna.” “Ah, Jeng ini.” “Ee! Betul, lho. Mungkin bentuk bulu-bulu gituannya Bu Ratna penampilannya kurang merangsang. Kalo’ boleh aku lihat sebentar gimana?”
“Wah, ya, gimana ya. Tapii.. ya boleh, deh. Eh, tapi aku juga boleh liat donk punyanya situ. Sama-sama donk, ‘kan kata Jeng tadi kita ini sama-sama wanita.””Ya, ‘kan aku cuma mau bantu situ supaya bisa usaha untuk punya anak lagi.””
Kalo’ gitu kita ke kamar saja, deh. Suami aku juga biasanya pulang malam. Yuk, Jeng.”
Langsung kita berdua ke kamar Bu Ratna. Kamarnya cukup tertata rapi, tempat tidurnya cukup besar dan dengan kasur busa. Di dindingnya ada tergantung beberapa foto Bu Ratna dan suaminya dan ada juga foto sekeluarga dengan anaknya yang masih semata wayang. aku kemudian ke luar sebentar untuk telepon ke rumah kalau pulangnya agak telat karena ada urusan dengan perkumpulan ibu-ibu dan kebetulan yang menerima suamiku sendiri dan ternyata dia setuju saja.
Setelah kita berdua di kamar, Bu Ratna bertanya kepadaku, “Bagaimana Jeng? Kira-kira siap?”“Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat saja?” “OK, deh.”, jawab Bu Ratna dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya polos lah semua. Bulu memek Bu Ratna cukup lebat juga hanya bentuknya keriting dan menyebar, tidak seperti miliku yang lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah. Lalu aku menyentuh payudaranya yang agak bulat tetapi tidak terlalu besar, “Lumayan juga, lho, Bu.” Lalu Bu Ratna pun langsung memegang payudaraku juga sambil berkata, “Sama juga seperti punya Jeng.” Aku pun minta ijin untuk mengulum kedua payudaranya dan dia langsung menyanggupi.
Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kecoklat-coklatan tetapi lumayan nikmat juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Bu Ratna nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. “Enak juga, ya, Jeng. Boleh punya Jeng aku coba juga?””Silakan saja.”, ijinku. Lalu Bu Ratna pun melakukannya dan tampak sekali kalau dia masih sangat kaku dalam soal sex, jilatan dan kulumannya masih terasa kaku dan kurang begitu merangsang. Tetapi lumayanlah, dengan cara seperti ini aku secara tidak langsung sudah menolong dia untuk bisa mendapatkan anak lagi.
Setelah selesai saling menjilati payudara, kami berdua duduk-duduk di atas tempat tidur berkasur busa yang cukup empuk. Aku kemudian memohon Bu Ratna untuk melihat liang kewanitaannya lebih jelas, “Bu Ratna. Boleh nggak aku liat gituannya? Kok bulu-bulunya agak keriting. Tidak seperti milik aku, lurus-lurus dan lembut.” Dengan agak malu Bu Ratna membolehkan, “Yaa.. silakan saja, deh, Jeng.” Aku menyuruh dia, “Rebahin saja badannya terus tolong kangkangin kakinya yang lebar.” Begitu dia lakukan semuanya terlihatlah daging kemaluannya yang memerah segar dengan bibirnya yang sudah agak keluar dikelilingi oleh bulu yang cukup lebat dan keriting. mm.. Cukup merangsang juga penampilannya.
Kudekatkan wajahku ke liang kewanitaannya lalu kukatakan kepada Bu Ratna bahwa bentuk kemaluannya sudah cukup merangsang hanya saja akan lebih indah pemandangannya bila bulunya sering disisir agar semakin lurus dan rapi seperti milikku. Lalu kusentuh-sentuh daging kemaluannya dengan tanganku, empuk dan tampak cukup terpelihara baik, bersih dan tidak ada bau apa-apa. Nampak dia agak kegelian ketika sentuhan tanganku mendarat di permukaan alat kelaminnya dan dia mengeluh lirih, “Aduh, geli, lho, Jeng.”“Apa lagi kalo’ dijilat, Bu Ratna. Nikmat, deh. Boleh aku coba?”“Aduh, gimana, ya, Jeng. aku masih jijik, sih.” “Makanya dicoba.”, kataku sambil kuelus salah satu pahanya.
“mm.. Ya, silakan, deh, Jeng. Tapi aku tutup mata saja, ah.”
Lalu kucium bibir kemaluannya sekali, chuph!! “aa.. Aah.”, Bu Ratna mengerang dan agak mengangkat badannya. Lalu kutanya, “Kenapa? Sakit, ya?” Dia menjawab, “Geli sekali.” “aku teruskan, ya?” Bu Ratna pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Kuciumi lagi bibir kemaluannya berkali-kali dan rasa geli yang dia rasakan membuat kedua kakinya bergerak-gerak tetapi kupegangi kedua pangkal pahanya erat-erat. Badannya bergerinjal-gerinjal, pantatnya naik turun. Uh! Pemandangan yang lucu sekali, aku pun sempat ketawa melihatnya. aku keluarkan lidah dan aku sentuhkan ujungnya ke bibir kemaluannya berkali-kali. Oh! Aku semakin terbawa napsu. Kujilati keseluruhan permukaan memeknya, gerakanku semakin cepat dan ganas. Oh, Bu Ratna, memekmu nikmaa..aat sekali.
Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Ratna. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa memek Bu Ratna semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku.
Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Ratna bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis. Dia mengerang lirih, “aa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah.” Dan saat mencapai klimaks dia merintih, “aa.., aa.., aa.., aa.., aah”, Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras. OK, nampaknya Bu Ratna sudah mencapai titik puncaknya.
Tampak Bu Ratna telentang lemas dan aku tanya, “Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?” “Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya.” “Kan sudah biasa juga sama suami.” Kemudian aku bertanya sembari bercanda, “Situ mau coba punya aku juga?”“Ah, Jeng ini. Jijik ‘kan.”, sembari ketawa.
“Yaa.. Mungkin belon dicoba. Punya aku selalu bersih, kok. ‘Kan suami aku selalu mengingatkan aku untuk memeliharanya.” Kemudian Bu Ratna agak berpikir, mungkin ragu-ragu antara mau atau tidak. Lalu, “Boleh, deh, Jeng. Tapi aku pelan-pelan saja, ah. Nggak berani lama-lama.”
“Ya, ndak apa-apa. ‘Kan katanya situ belum biasa. Betul? Mau coba?” tantangku sembari senyum. Lalu dia cuma mengangguk. Kemudian aku menelentangkan badanku dan langsung kukangkangkan kedua kakiku agar terlihat liang kewanitaanku yang masih indah bentuknya. Tampak Bu Ratna mulai mendekatkan wajahnya ke liang kewanitaanku lalu berkata, “Wah, Jeng bulu-bulunya lurus, lemas dan teratur. Pantes suaminya selalu bergairah.” Aku hanya tertawa.
Tak lama kemudian aku rasakan sesuatu yang agak basah menyentuh kemaluanku. Kepalaku aku angkat dan terlihat Bu Ratna mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke liang kewanitaanku. Kuberi dia semangat, “Terus, terus, Bu. aku merasa nikmat, kok”. Dia hanya memandangku dan tersenyum. Kurebahkan lagi seluruh tubuhku dan kurasakan semakin luas penampang lidah Bu Ratna menjilati liang kewanitaan aku. Oh! Aku mulai terangsang. Emm.. Mmh. Bu Ratna sudah mulai berani. oo.. Ooh nikmat sekali. Sedaa.. Aap. Terasa semakin lincah gerakan lidahnya, aku angkat kepalaku dan kulihat Bu Ratna sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, rupanya rasa jijik sudah mulai sirna. Gerakan lidahnya masih terasa kaku, tetapi ini sudah merupakan perkembangan. Syukurlah. Mudah-mudahan dia bisa bercumbu lebih hebat dengan suaminya nanti.
Lama-kelamaan semakin nikmat. Aku merintih nikmat, “Emm.. Mmh. Ouw. aa.. Aah, aa.. Aah. uu.. uuh. te.. te.. Rus teruu..uus.” Bibir kemaluanku terasa dikulum oleh bibir mulut Bu Ratna. Terasa dia menciumi kemaluanku dengan bernafsu.
Emm.. Mmh, enaknya. Untuk lebih nikmat Bu Ratna kusuruh, “Pegang dan elus-elus paha aku. Enak sekali Bu.” Dengan spontan kedua tangannya langsung mengayunkan elusannya di pahaku. Dia mainkan sampai pangkal paha. Bukan main! Sudah sama layaknya aku main dengan suamiku sendiri. Terlihat Bu Ratna sudah betul-betul asyik dan sibuk menjilati liang kewanitaanku. Gerakan ke atas ke bawah melingkar ke seluruh liang kewanitaanku. Seolah-olah dia sudah mulai terlatih.
Kemudian aku suruh dia untuk menyisipkan lidahnya ke dalam liang kewanitaanku. Dahinya agak berkerut tetapi dicobanya juga dengan menekan lidahnya ke lubang di antara bibir memek aku. “Aaa.. Aakh! Nikmat sekali. Aku mulai naik untuk mencapai klimaks. Kedua tangannya terus mengelus kedua pahaku tanpa henti. Aku mulai naik dan terasa lubang kemaluanku semakin hangat, mungkin lendir kemaluanku sudah banyak yang keluar. Akhirnya aku pun mencapai klimaks dan aku merintih, “aa.. Aah, uuh”. Sialan Bu Ratna tampaknya masih asyik menjilati sedangkan badanku sudah mulai lemas dan lelah. Bu Ratna pun bertanya karena gerak kaki dan badanku berhenti, “Gimana, Jeng?” Aku berkata lirih sambil senyum kepadanya, “Jempolan. Sekarang Bu Ratna sudah mulai pinter.” Dia hanya tersenyum.
Aku tanya kembali, “Bagaimana? Situ masih jijik nggak?” “Sedikit, kok.”, jawabnya sembari tertawa, dan akupun ikut tertawa geli.
“Begitulah Bu Ratna. Mudah-mudahan bisa dilanjutkan lebih mesra lagi dengan suaminya, tetapi jangan bilang, lho, dari aku.” “oo.., ya, ndak, toh, Jeng. aku ‘kan juga malu. Nanti semua orang tahu bagaimana?””Sekarang yang penting berusaha agar putrinya bisa punya adik. Kasihan, lho, mungkin sejak dulu dia mengharapkan seorang adik.”“Ya, mudah-mudahan lah, Jeng. Rejeki akan segera datang. Eh! Ngomong-ngomong, Jeng mau nggak kalo’ kapan-kapan kita bersama kayak tadi lagi?” “Naa.., ya, sudah mulai ketagihan, deh. Yaa, itu terserah situ saja. Tapi aku nggak tanggung jawab, lho, kalo’ situ lantas bisa jadi lesbian juga. aku ‘kan cuma kasih contoh saja.”, jawabku sembari mengangkat bahu dan Bu Ratna hanya tersenyum.
Kemudian aku cepat-cepat berpakaian karena ingin segera sampai di rumah, khawatir suamiku curiga dan berprasangka yang tidak-tidak. Waktu aku pamit, Bu Ratna masih dalam keadaan telanjang bulat berdiri di depan kaca menyisir rambut. Untung kejadian ini tak pernah sampai terbuka sampai aku tulis kisah yang aneh dan lucu ini. Soal bagaimana kemesraan Bu Ratna dan suaminya selanjutnya, itu bukan urusan aku tetapi yang penting kelezatan liang kewanitaan Bu Ratna sudah pernah aku rasakan.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Template Information

jasawebtogel
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Kumpulan Berita Dewasa | Cerita Dewasa | Artikel dewasa - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya